Pandemi
membuat setiap kita terbiasa lebih lama menatap layar gawai. Tak
hanya orang dewasa, anak-anak pun “dipaksa” menyesuaikan dengan
lebih banyak kegiatan yang diselenggarakan daring. Sekolah dan aneka
les beralih ke pembelajaran jarak jauh, work from home dan
aneka webinar menjadi umum. Bahkan kegiatan arisan dan acara
keluarga pun ikutan serba daring. Setelah dua tahun lebih “terpaksa”
hidup serba daring, lama-lama kita terbiasa juga. Normal baru pun
menjadi gaya hidup kita dan rasanya beragam kegiatan offline
pun tetap memberikan pilihan untuk online.
Setelah
pandemi usai, bergawai
intens menjadi kebiasaan
yang terlanjur terbentuk. Anak
menjadi
sudah biasa memainkan gawai berlama-lama. Sedikit banyak anak pun
harus diarahkan untuk beralih ke kegiatan offline
dan mengurangi porsi kegiatan online. Sayangnya
kecanduan gawai menjadi umum pada anak-anak pasca pandemi. Waktu di
depan layar menjadi perlu diperhatikan orang tua. Menarik
dibaca di laman generos.id
bahwa dalam sebuah penelitian di Amerika Serikat, paparan screen
time
berlebihan ternyata dapat
menyebabkan
anak speech
delay.
Penelitian
ini menyebutkan bahwa screen time berlebihan pada anak dapat menunda
kemampuan anak dalam berbicara. Tak bisa dipungkiri bahwa gadget dan
perangkat seluler mempengaruhi perkembangan komunikasi manusia
digital.
Dalam
Simposium
Nasional bertajuk ‘Membaca Fenomena Speech
Delay:
Pendekatan Multi Pihak’, yang digelar oleh Yayasan Akses Sehat
bersama Generos pada 21-22 Mei 2022, dr. Dian membenarkan bahwa kasus
speech
delay
kian meningkat, berkaca dari para orang tua yang berkonsultasi
padanya. “Ini diakibatkan pandemi yang membuat anak tidak
bersosialisasi, dan orang tua ngasih gadget terus,” ujar dia dalam
simposium tersebut. Melihat
anak-anak menikmati santap makan dengan mata tertuju pada gadget di
meja makan menjadi pemandangan umum hari-hari ini. Gadget sudah
menjadi pengasuh anak-anak milenial. Sebagai caregiver yang mengawal
tumbuh kembang anak tercinta kita, tentu saja kita tidak bisa tinggal
diam membiarkan kebiasaan dibuai gadget ini merajalela.
Apa
yang bisa dilakukan para orang tua untuk menyikapi tantangan zaman
ini?
Adanya
kegiatan offline yang lebih menarik tentunya bisa membuat anak
teralihkan dari gawai. Jika anak merasa bosan dan tidak memiliki
kegiatan berarti, maka kecenderungan untuk berlama-lama menatap gawai
akan lebih besar. Gawai menjadi tempat anak mencari hiburan. Gawai
menjadi segala-galanya di era digital ini. Era
tahun 90an internet
adalah
kebutuhan
nomer
sekian. Zaman
now ini internet dan gadget sudah
seperti oksigen yang
dibutuhkan untuk bernafas.
Gawai, si perangkat pintar , telah
berhasil membuat para pengguna semakin tergantung dan malas berpikir.
Adalah bagian orang tua dan caregiver untuk memberikan alternatif
kegiatan bagi anak. Bagaimana merancang kegiatan yang mengalihkan
anak dari buaian gawai?
Rutin
mengajak anak berkegiatan yang positif bisa
mempererat bonding antara orang tua dan anak. Sayangnya
orang
tua seringkali kehabisan ide saat hendak mengajak anak bermain.
Kegiatan yang
bisa dijadikan pilihan di antaranya
membacakan lantang buku-buku
favorit,
berkebun
bersama, mengurus binatang peliharaan, memasak
bersama dan
berolahraga
bereng.
Membuat
ritual mendongeng sebelum jam tidur bisa jadi pilihan awal. Mengutip
generos.id,
mendongeng
ini merupakan salah satu stimulasi yang efektif untuk anak yang
mengalami speech
delay atau
terlambat bicara. Mendongeng
bisa membangun kedekatan dan menjadi mengukir memori di hati anak.
Anak selalu ingat bahwa orang tuanya mendongeng baginya.
Jim
Trelease dalam buku The Read-Aloud Handbook menyoroti bagaimana
Cushla Yeoman, seorang anak yang terbelakang secara fisik dan mental,
dibacakan lantang 14 buku sehari oleh orang tuanya sejak usia 4
bulan. Dampaknya? Cushla di usia 5 tahun telah memiliki intelektual
yang di atas rata-rata dan mampu bersosialisasi dengan baik.
Komitmen, dedikasi dan konsistensi orang tua dalam membacakan memang
senantiasa membuahkan hasil bagi anak-anaknya.
Banyak
pilihan buku anak yang bisa mengguggah imajinasi dan memantik diskusi
berbobot yang memperkuat bonding anak dan orang tua. Anak speech
delay yang rutin dibacakan lantang akan sangat membatu stimulasi
perkembangan bicaranya. Luapan kosakata yang melimpah terniliki lewat
bacaan dan literatur. Orang tua yang bingung hendak berakifitas apa
dengan anaknya bisa memilih membacakan buku sebagai pilihan utama dan
pertama. Mungkin tidak semua orang tua bisa punya waktu membersamai
dalam berolahraga bersama, bermain bersama anak-anaknya. Mungkin
secara fisik sudah tidak sanggup mengikuti ritme anaknya, ini biasa
terjadi jika punya anak di usia tua. Namun membacakan lantang sebuah
buku , siapapun bisa tentunya! Manfaat lain anak-anak yang biasa
dibacaakan adalah mereka cenderung berpotensi menjadi pembaca mendiri
hingga besar kelak. Manfaat menjadi pribadi yang gemar membaca tentu
bisa disimak di artrikel
ini.
Merancang
kegiatan playdate yang rutin dengan teman bisa jadi salah satu
cara untuk mengurangi porsi anak bermain di dunia maya.Mengurangi
waktu anak berselancar di dunia maya juga perlu dipikirkan
strateginya secara bertahap. Membuat kesepakatan bersama untuk
membatasi screen time setiap hari. Agar porsi kegiatan offline dan
online lebih sehat, anak juga bisa diberikan tantangan untuk
“membayar” setiap satu jam waktu berselancar di dunia maya
dengan 2 jam membaca buku. Jangan lupa juga menyalakan timer agar
tetap disiplin saat online. Penguasaan diri seringkali jebol jika
anak terlalu asik main game online , nonton video youtuber favoritnya
ataukah chatting dengan teman. Sebagai orang tua, adalah hak istimewa
kita untuk mengawal tumbuh kembang dan pembentukan kebiasaan baik
dalam diri anak-anak.